Sudah sangat lama saya tidak menitikkan air mata. Mengapa hari ini saya ingin melakukannya? Masihkah kamu seseorang bersuara lantang itu? Kemana gerangan ketegaran dirimu pergi? Saya tidak tahu. Saya...Tidak...Tahu. Yang saya tahu, dada saya tidak kuasa lagi menahan gejolak. Aneh, telinga saya mendengar suara seseorang yang tengah terisak. Terisak merasakan perih karena ketidak berdayaannya menjalani apa yang sudah menjadi pilihan hidupnya. Tak kuasa hati mendengarnya menangis meratapi pedihnya hidup dengan seseorang yaang tidak dia cintai, tetapi berusaha ingin ia cintai.
Ingin rasanya memeluknya untuk memberi rasa nyaman untuk menegarkannya. Perih yang ia rasakan karena berusaha mencintai orang yang tidak bisa membalas perhatian, senyuman, kelembutan hatinya. Bingung rasanya bagaimana bisa dia dulu memutuskan untuk hidup bersama pria itu. Pria yang menurutnya tak pernah bisa mengisi hatinya walau ia coba untuk menerimanya apa adanya dan berusaha untuk menyintainya dengan sepenuh hati. Bagaimana bisa pria yang telah memberikannya buah hati yang menjadi pelipur lara dan pengisi relung hatinya tidak mampu untuk dicintainya secara utuh.
Selidik punya selidik dari ceritanya ternyata laki-laki itu tidak pernah mau berubah dan masih seperti pria2 yang belum menikah. dunia pria itu masih seputar teman dan temannya saja, waktu luangnya hanya dihabiskan untuk bertemu teman2nya, dan menjalankan hobynya seperti musyik dan bermain game. Apalagi jika wikend tiba, yang ia pedulikan hanyalah waktu untuk dirinya sendiri, pulang kerumah hanyalah untuk mengisi rutinitas belaka bangun siang hari, bermain dengan buah hati mereka sebentar sementara istrinya sibuk di dapur, membersihkan rumah dan melakukan pekerjaan rumah yang seharusnya dikerjakan oleh kaum pria, memotong rumput mencuci mobil..dan ketika ia sedang mengerjakan semuanya sang suami berteriak memanggilnya untuk mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan sang suami, suaminya memanggil hanya untuk membuatkan susu untuk anak mereka atau membersihkan kotoran si anak dan menyuapi anak mereka, sementara si suami asyik bermain gitar ato main game, sama sekali nga punya toleransi untuk meakukan pekerjaan rumah tangga. Padahal mereka sama2 bekerja. Suaminya tidak pernah peduli mau rumah iru bocor, engsel pintu copot, parit buangan rumah buntu, rumah ada tikus ato kecoa, halaman kotor, mobil & motor kotor atau rusak, yang ia tahu dia dapat tidur nyaman, makan enak dan tinggal dirumah untuk libur dan dilayani oleh sang istri sebagaimana biasanya.
Teman saya bilang ia capek harus terus memberi perhatian yang lebih untuk suami sementara ia sendiri ingin diperhatikan, manakala ia sakit suami tak pernah ada dan tak pernah tahu malah kadang sang suami adalah penyebab sakitnya karena keegoisan sang suami kadang membuat teman saya itu jadi kebawa fikiran yang akhirnya membuatnya jadi terserang asma, giliran suami yang sakit ia berusaha melayani dengan sebaik2nya. Ulang tahun teman saya pun suaminya tak ingat, bukan kado yang diharap tapi ucapan kecil atau perhatian saja yang diinginkan teman saya itu. Lainnya lagi ketika habis menemani istrinya belanja ia selalu ngomel padahal sebelumnya teman saya sudah menanyakan apakah mau menemaninya berbelanja dan jalan2 dengan anak mereka, sampai dirumah turun dari mobil dia hanya membawa kunci mobil saja, sementara teman saya menurunkan anak mereka kemudian memberesi mobil dari belanjaan mereka yang bisa dibilang beratlah untuk ukuran wanita, ketika meminta bantuan suaminya si suami langsung memanggil saudara teman saya yang kebetulan ikut tinggal dirumahnya. Sayapun langsung mengelus dada ketika mendengarnya. Teman saya pernah mengajak berbicara suaminya yang ada hanyalah amarah sang suami atau janji2 sang suami yang mau berubah tetapi setelah 1 bulan kemudian ia kembali lagi ketabiat awal. Capek hati kata teman saya memberi masukan dan memberi wacana untuk suaminya agar mau sedikit berubah. Sampai terkadang tidak dengan sepenuh hati dia, jika melayani suaminya.
Pertanyaanpun mulai ia lontarkan ke saya sambil tersedu, salahkah jika ia menginginkan perhatian, kasih sayang dan sedikit toleransi dari suaminya. Sampai kapan suaminya akan terus begitu. Benarkah Imam seperti ini yang harus terus dia ikuti..saya bingung untuk menjawabnya, saya hanya bilang wajar jika istri mendambakan hal serupa dari suaminya. saya coba menyarankan agar dia berbicara dengan orang tuanya atau mertuanya. Ia jawab ia tak berani untuk bercerita kepada orangtua, karena menikah dengan suaminya adalah ibadah yang menjadi pilihannya, karena ketika disodorkan banyak pria sebagai calon suami inilah yang ia pilih untuk menjadi suaminya. Kalau ke mertua ia tak berani.
Ingin ikut menangis saya bersamamu teman. Aduh sayang bersabarlah.........
Kau yang biasanya selalu memberi saya masukan, kau yang biasanya menjadi tempatku mengadu, sekarang malah kebalikannya, saya tidak berani berkata-kata panjang karena pengalaman saya belum banyak soal ini. saya juga takut nantinya saran saya bukan membawa kebaikan untukmu. Teman sematkanlah suami dan anakmu selalu di Hatimu. Cobalah untuk mengadu kepada-NYA, ceritalah kepada-NYA, mohon petunjuk-NYA dan mintalah diberi kekuatan OLEHNYA agar dirimu tabah dan kuat menjalaninya. Mencoba mencintainya dengan sepenuh hati. Dan Kemudian dia berkata : Saya sangat ingin sekali Menemukan Hati Itu Kembali.....
Sebelum saya pulang, saya sempat bertanya kepadanya Can I Publish your story in My Blog, lalu dia berkata of course, saya mau ada yang bisa membantu saya dari masalah ini.
6 komentar:
duh...kayaknya tipekal suami nyebelin ya..., kasian amat temennya mba...kudu banyak sabar..n bener banged minta petunjuk aja sama ALLAH jalan keluar yg paling baik.
salam ya untuk temen mba..., turut bersedih untuk kehidupannya
duh...kayaknya tipekal suami nyebelin ya..., kasian amat temennya mba...kudu banyak sabar..n bener banged minta petunjuk aja sama ALLAH jalan keluar yg paling baik.
salam ya untuk temen mba..., turut bersedih untuk kehidupannya
duh...kayaknya tipekal suami nyebelin ya..., kasian amat temennya mba...kudu banyak sabar..n bener banged minta petunjuk aja sama ALLAH jalan keluar yg paling baik.
salam ya untuk temen mba..., turut bersedih untuk kehidupannya
wahhh bener2 suami yang mau enaknya aja..!!!patut di jitak tuh..
aduhhh suamiii yang sangat2 menyebalkan....
daku masih pake blog lama kog Di yg dikao kunjungin blog aku yg satunya qeqeqe
Saya turut sedih membaca kisah teman mbk. Kok ada suami yg bersikap seperti itu ya???
Memang yg terbaik adalah mohon ke gusti Alloh, minta kesabaran hati tuk menjalani ujian dariNya. Yakinkan dirinya bahwa segala sesuatu terjadi atas seizin DIA. dan hanya Dia yg bisa merubah segalanya. Sarankan juga ke teman mbk, minta kekuatan padaNya, spy teman mbk berani bicara ke orang tua dan mertuanya. Mohon maaf pada mereka, mgkin ada perbuatan dan perkataan yg telah menyakiti hati mereka, lalu minta restu dan doa mereka untuk keberkahan keluarganya.
Ndak usah ragu2 mbk memeluk seseorang yg sedang sedih. Biarkan kesedihannya tumpah dan terbuang lewat pelukan seorang teman. Bersyukur teman mbk msh ada tempat curhat (diri mbk). Berikan yg terbaik buatnya.
Saya turut mendoakan kebaikan buat teman mbak dan suaminya... (buat mbak juga kok)
Salam kenal dri kyoto....
Posting Komentar